Pendidikan merupakan sarana mutlak yang dipergunakan untuk mewujudkan
masyarakat madani yang mampu menguasai, mengembangkan, mengendalikan dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Output pendidikan belum mampu
berjalan seimbang dengan tuntutan zaman, hal ini disebabkan minimnya penguasaan
terhadap disiplin ilmu yang diperoleh melalui proses pendidikan. Keadaan ini
menjadi tantangan bagi para pendidik untuk mempersiapkan peserta didiknya dalam
memasuki masa depan.
Ujian (Akhir) Nasional UN selama ini diperlakukan semacam upacara ritual
tahunan tanpa memberikan pengaruh berarti terhadap upaya dan pengelola serta
pelaksanaan pendidikan pada tingkat sekolah untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pendidikan. Meskipun praktik ujian akhir dapat digunakan untuk
memenuhi kualitas pendidikan namun pada umumnya sering bertentangan dengan
kenyataan.. Sebagaimana diketahui bahwa realitas pendidikan di Tanah Air sangat
beragam, baik itu sarana-prasarana pendidikan, sumber daya guru, dan school
leadership. Kualitas pendidikan yang begitu lebar sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan pengelola
pendidikan pada tingkat pusat, daerah, dan sekolah semakin menguatkan tuduhan
masyarakat selama ini bahwa penggunaan instrumen UN untuk menentukan kelulusan
(sertifikasi) dan seleksi berpotensi melanggar keadilan dalam tes. (www.kompas.com).
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung
secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat
cepat menangkap apa yang dipelajari dan terkadang juga teramat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangat
tinggi, tetapi juga terkadang sulit untuk mengadakan konsentrasi.
Demikian
kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan
sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar. Setiap individu memang
tidak ada yang sama, perbedaan individual ini yang menyebabkan perbedaan tingkah
laku belajar di kalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didik atau siswa
tidak dapat belajar sebagai mana mestinya, itulah yang dinamakan kesulitan
belajar.
Masalah-masalah pendidikan
secara terinci yang kerap kali dihadapi peserta didik antara lain ialah pada
awal sekolah, mereka kerap menghadapi kesulitan menyesuaikan diri dengan
pelajaran, para guru, tata tertib sekolah, lingkungan sekolah dan sebagainya.
Dalam proses menjalani program disekolah peserta didik tidak jarang menghadapi
kesulitan berupa keraguan memilih bidang studi yang sesuai, memilih mata
pelajaran yang cocok. Pada tahun-tahun terakhir mereka dalam suatu sekolah
sering kali menghadapi kesulitan-kesulitan berupa konflik dalam pilihan sekolah
lanjutan, memilih tempat bimbingan tes yang memadai. ( Abu Ahmadi, 1991:
107-108).
Tingginya
minat siswa-siswi sekolah formal mengikuti bimbingan belajar merupakan simbol
ketidakpercayaan siswa dan orangtua siswa terhadap proses pembelajaran di
sekolah formal. Karenanya, sekolah harus memperbaiki pelayanannya kepada siswa
untuk mengembalikan kepercayaan.
Pengamat
pendidikan yang juga seorang pendidik, St Kartono, mengungkapkan dengan
mengikuti bimbingan belajar berarti siswa maupun orangtua siswa yang
mengirimkan anak mereka untuk mengikuti bimbingan belajar cenderung tidak
percaya bahwa pembelajaran di sekolah mampu membawa anak mereka bisa lebih
berprestasi. Hal itu jelas sangat disayangkan karena beban biaya pendidikan
antara lain melalui biaya sumbangan pendidikan yang ditanggung orangtua siswa
semakin tinggi, sementara peningkatan mutu yang didengung-dengungkan pihak
sekolah tidak dapat dibuktikan hasilnya. Siswa yang ikut bimbingan belajar
kebanyakan justru dari sekolah-sekolah yang favorit yang kemampuan akademiknya
justru relatif baik. Ini berarti sekolah gagal meningkatkan mutu mereka. Itu
adalah simbol ketidak percayaan terhadap sekolah, akhirnya siswa mengikuti
bimbingan belajar agar tetap dapat menjaga prestasi mereka melalui materi yang
diberikan bimbingan belajar dengan metode-metode baru. Guru dan sekolah harus
bisa mengoreksi cara pembelajaran mereka agar bisa menyenangkan dan memberi
layanan pendidikan yang baik sehingga hak siswa tidak tertinggal.
Sekolah-sekolah favorit banyak berbicara tentang peningkatan mutu pendidikan
dan membebankan hal itu kepada orangtua. Maka mereka harus konsekuen dan bisa
memberikan pelayanan pendidikan secara optimal. Karena itulah lembaga bimbingan
belajar dengan jeli memanfaatkan peluang dengan memberikan pelayanan pada siswa
apa yang tidak bisa diberikan kepada sekolah.
Menurut Yaya Karyana, Direktur
Utama Pusat Klinik Pendidikan Indonesia, lembaga pendidikan belajar lebih
inovatif dalam soal proses pembelajaran. Ia memberikan contoh pendidikan
berbasis teknologi informasi telah lebih dulu dikembangkan bimbingan belajar
daripada sekolah formal. ( www.primagama.co.id)
Berbagai cara ditempuh
pengelola LBB (Lembaga Bimbingan Belajar) untuk menarik calon siswa. Apalagi
mendekati masa kelulusan siswa SD, SMP dan SMA, makin besar saja promosi yang
dilakukan. Mulai dari menyebar brosur yang memuat jumlah siswa tahun tertentu yang
diterima pada sekolah favorit, memberi jaminan dengan pencapaian skor tertentu
pasti bisa di program studi tertentu, hingga memajang foto orang yang diketahui
duduk di kepanitiaan SPMB.
Masuk LBB para pelajar biasa
menyebut bimbel (bimbingan belajar) memang menjadi tren sejak pertengahan tahun
1990-an. Dari zaman sebelum tahun 1990, saat bimbingan belajar Siky Mulyono
mulai dikenal karena begitu agresif memperkenalkan lembaganya sebagai tempat
bimbingan belajar yang berhasil membawa peserta kursus masuk ke sekolah favorit,
promosi yang dilakukan memang luar biasa. Pengelola bisnis kursus pelajaran
sekolah tersebut tahu benar masalah yang satu ini. Mulai dari tidak pede
(percaya diri)-nya para orang tua terhadap pelajaran disekolah.
Benarkah peran LBB begitu
besar dalam mengasah kemampuan anak terutama agar lolos ujian masuk sekolah
favorit, bagaimana dengan janji peserta pasti lulus tes jika ia mampu mencapai
skor tertentu saat try oud.
Prof Dr Soesmalijah Soewondo
berkata, bohong jika mereka sampai memberikan jaminan semacam itu. Prof Toemin
secara tegas juga menyatakan tidak setuju dengan iming-iming seperti itu. Saya
tidak percaya sistem drill di bimbingan belajar, biarpun setahun penuh akan
meningkatkan kemampuan siswa sehingga sukses mengerjakan soal ujian masuk
sekolah. Kemampuan memahami persoalan tak akan terasah dengan cara drill, baik
itu yang diadakan di sekolah-sekolah tertentu (biasanya unggulan) maupun di
LBB.
Perkembangan bisnis LBB
tampaknya tak lepas dari menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan
formal. Orang tua merasa tidak puas
terhadap kemampuan yang dicapai anaknya dari belajar di sekolah. Namun
apakah dengan bimbingan belajar prestasi siswa akan lebih baik? Bimbingan
belajar, lanjut Toemin, hanya dibutuhkan oleh mereka yang malas belajar. Pada
pokoknya, belajar tak bisa dengan cara instant karena dengan belajar secara
instans tak akan bisa memahami ilmunya, karena pemahaman itu terjadi lewat
proses pembelajaran secara terus menerus.(www.kompas.com).
Dengan latar belakang bahwa
dengan adanya penetapan nilai minimal kelulusan peserta didik yang ditentukan
oleh pemerintah, dengan demikian para orang tua serta siswa merasa perlu
menambah jam belajar di luar jam belajar di sekolah formal.
Dari latar belakang diatas, masalah bimbingan belajar
terhadap prestasi siswa yang terjadi diluar sekolah, masih perlu diteliti. Dengan
demikian penulis ingin meneliti Apakah
bimbingan belajar tersebut bisa meningkatkan prestasi siswa disekolah atau
tidak. Dengan demikian penulis berminat melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Bimbingan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 8 Yogyakarta”.Selengkapnya hub agikjanuri@yahoo.com
No comments:
Post a Comment