ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH PADA BANK UMUM DI TAHUN 1986 - 2005
Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun,
memiliki banyak permasalahan yang dihadapi dalam melekukan
pembangunan. Salah satu masalah tersebut adalah kecilnya modal yang
dimiliki. Modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan bisa berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Modal pembangunan yang berasal dari luar negeri mempunyai fungsi
sebagai pelengkap dana domestik yang belum memadai untuk membiayai
seluruh proses pembangunan di Indonesia. Namun demikian, modal
pembangunan yang berasal dari luar negeri sangatlah besar resikonya. Tidak
hanya membebani anggaran penerimaan dan belanja negara tiap tahunnya,
tetapi biasanya juga disertai campur tangan urusan dalam negeri oleh negara
donor. Menciptakan ketergantungan terhadap negara-negara/ lembaga donor,
menimbulkan beban hutanh yang semakin berat, dan juga turut andil dalam
terjadinya krisis nilai tukar dan krisis ekonomi di Indonesia sejak pertengahan
1997. Hal ini memuat bayak pihak tidak menyukai sumber modal dari luar
negeri. Dengan kata lain sumber modal luar negeri merupakan alternatif
terakhir.
Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya
dihimpun dari dana masyarakat. Lembaga perbankan merupakan salah satu
lembaga yang mempunyai potensi untuk menghimpun dana masyarakat.
Masyarakat akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya yang tidak
dikonsumsi untuk menabung. Tabungan inilah yang akan dihimpun oleh
pihak bank sebagai dana pihak ketiga (DPK). Dimana tabungan ini hanya
akan terjadi jika perkembangan ekonomi Indonesia bisa berjalan dengan
lancar dan memungkinkan rakyat Indonesia buat menabung. Dana yang
dihimpun bank biasanya dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan.
Indonesia barangkali termasuk salah satu negara yang swampai saat
ini belum mempunyai sisitem pengamanan atas dana masyarakat yang
disimpan di bank. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila pada saat
pemerintah melikuidasi 16 bank swasta, terjadi rush dalam bentuk penarikan
uang oleh masyarakat dalam jumlah yang besar di berbagai bank. Hal
tersebut dilakukan karena masyarakat merasa tidak aman kalau terus
menyimpan uangnya di bank.
Masalah keamanan dana yang disimpan di bank baru disadari oleh
masyarakat pada saat pemerintah melikuidasi sejumlah bank yang
bermasalah. Para nasabah bank yang dilikuidasi ternyata mengalami kesulitan
untuk menarik dananya. Atas sara IMF pemerintah diwajibkan untuk
memberikan apa yang disebut blanket guarantee, yaitu berupa program
penjaminan atas dana masyarakat yang disimpan di bank.Lembaga yang
bertugas untuk menjamin dana masyarakat yang di simpan di bank adalah
insurance deposit scheme (IDS). IDS adalah suatu skema penjaminan yang
disediakan oleh perusahaan asuransi untuk menjamin dana masyarakat yang
disimpan di suatu bank. Jadi bentuk penjaminan atas resiko dana masyarakat
yang disimpan di bank dilaksanakan dengan menggunakan prinsip asuransi.
Mekanisme penjaminan tersebut tentunya dilakukan oleh bank
terhadap perusahaan asuransi deposito dengan membayar sejumlah premi.
Besar kecilnya premi tergantung kepada cakupan pertanggungan yang akan
dipikul oleh perusahaan asuransi deposito. Keikutsertaan bank terhadap
program penjaminan deposito sudah seharusnya bersikap wajib. Wajib dalam
arti semua bank yang beroperasi di Indonesia harus mengasuransikan
deposito dari masyarakat. Dengan adanya IDS tersebut maka masyarakat
tidak perlu mengkwatirkan dana yang sudah disimpan di bank, karena sudah
ada penjaminan asurnsu deposito dari bank yang bersangkutan.
Perkembangan dana simpanan perbankan menunjukkan peningkatan
yang tinggi selama tahun 1986-1987, yaitu Rp 171.353 juta ditahun 1986 dan
Rp 215.861 juta ditahun 1987. Posisi dana simpanan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan secara bertahap. Dana simpanan mengalami kenaikan
yang cukup tinggi pada tahun1996-1998, dari posisi Rp 2.157.057 juta pada
tahun 1996 menjadi Rp 2.598.171 juta pada tahun 1997 dan Rp 4.529.470
juta pda tahun 1998. Posisi dana simpanan dari tahun 1999-2005 terus
meningkat, yaitu Rp 5.420.702 juta pada tahun 1999 dan Rp 11.450.510 juta
pada tahun 2005.
Guna mendukung peningkatan kinerja perbankan, pemerinyah telah
banyak mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan. Paket 1 Juni 1983
(PAKJUN ’83) dapat dikatakan sebagai kebijakan liberalisasi perbankan.
Bank dapat menentukan tingkat bunga yang dianggap memadai dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain perbedaan tingkat inflasi
antar negra, disparitas mata uang domestik dengan mata uang negara lain,
perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga internasional, dan
perbedaan pendapatan nasional antar negara. Dengan berhasilnya liberalisasi
perbankan, maka arus pengalihan Rupiah ke mata uang asing dapat
dibendung. Dalam lingkup yang lebih luas, keberhasilan liberalisasi
perbankan dipengaruhi oleh sistem dana masyarakat untuk tujuan investsi
jangka panjang dan peningkatan ekspor.
Pada tahun 1988, disusul dengan dikeluarkannya paket Oktober 1988
(PAKTO ’88). Dalam paket ini pada intinya pemerintah menjamin dana
masyarakat yang ada di bank secara preventif dan memberi kesempatan yang
sama antar bank swasta dan bank pemerintah untuk dapat bersaing dalam
menghimpun dana masyarakat. Hasil kebijakan tersebut cukup memuaskan
dengan meningkatnya dana deposito, giro, tabungan.
Sesuai dengan Undang-Undang perbankan no 10 tahun 1998,
penghimpunan dana yang berupa simpanan masyarakat yang salah satunya
adalah dilakukan oleh Bank Umum. Bentuk simpanan masyarakat tersebut
dapat berupa: Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan
bentuk lain yang dapat dipersamakan
Dari berbagai jenis simpanan masyarakat baik dalam rupiah maupun
valuta asing yang palin besar porsinya adalah komponen deposito berjangka.
Posisi simpanan berjangka atau deposito berjangka pada bank umum di
Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 1986-1990
yaitu Rp 78.678 juta dan Rp 349.700 juta pada tahun 1990. Akan tetapi posisi
deposito berjangka menunjukkan perkembangan yang tidak stabil pada tahun
1997-1999, yaitu Rp 1.477.973 juta pada tahun 1997, mengalami kenaikan
yang tinggi Rp 3.140.804 pada tahun 1998, dan mengalami penurunan
simpanan pada tahun 1999 yaitu sebesar Rp 2.649.307 juta. Posisi simpanan
berjangka kembali megalami kenaikan pada tahun 2004-2005, yaitu Rp
2.656.517 juta pada tahun 2004, menjadi Rp 3.907.451 pada tahun 2005.
selanjutnya hub. 085649970265
No comments:
Post a Comment